LAINNYA
Macam-Macam Kontrak Kerja Karyawan, Fresh Graduate Wajib Paham!
Kontrak kerja karyawan sangat penting bagi setiap pelamar yang akan bergabung dengan suatu perusahaan. Ada baiknya kamu mengerti jenis-jenis kontrak kerja karyawan sebelum menandatangani kesepakatan, yuk simak penjelasannya.
Kontrak kerja karyawan sangat penting bagi setiap pelamar yang akan bergabung dengan suatu perusahaan. Banyak hal yang dibahas, yang nantinya akan berlaku jika sudah disetujui oleh kedua belah pihak. Hal-hal tersebut harus dipahami dengan jelas sebelum akhirnya disepakati dan ditandatangani bersama. Salah satunya adalah perjanjian mengenai lamanya bekerja pelamar dalam perusahaan tersebut.
Hal ini menjadi perhatian penting mengingat tahun 2023 ini sepertinya akan banyak pencari kerja yang bersinggungan langsung dengan kontrak kerja.
Jika sebelumnya Indonesia dihantam oleh badai PHK dari awal masa pandemi, tahun 2023 ini tampaknya proses rekrutmen akan berangsur membaik. Dikutip dari laporan JobStreet mengenai 2022-2023 Outlook - Hiring, Compensation, and Benefits Report, ada sebanyak 50% perusahaan besar yang akan melakukan proses rekrutmen seperti sebelum pandemi. Sementara 28% lainnya menyebutkan bahwa proses rekrutmen akan berangsur pulih dalam jangka waktu 9 bulan ke depan.
Simak Jenis-jenis Kontrak Kerja Karyawan
- PKWTT
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, sering juga disebut dengan kontrak kerja PKWTT. Dikutip dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, penjabaran dari Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan hubungan Kerja yang bersifat tetap.
Artinya, kontrak ini akan diberikan kepada pekerja dengan statusnya sebagai pegawai tetap. Tidak ada kesepakatan mengenai lama waktu bekerja pekerja tersebut, sehingga dikatakan ‘Waktu Tidak Tertentu’. Pekerja bisa mengakhiri masa kerjanya jika memasuki usia pensiun atau pekerja tersebut meninggal dunia.
Dari semua jenis kontrak yang ada, hanya PKWTT lah yang boleh mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. Sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 2003 pasal 58 ayat (1) dan 60 ayat (1), sebelum menjadi pegawai tetap maka pekerja diharuskan untuk mengikuti masa percobaan kerja dalam kurun waktu maksimal tiga bulan. Jika nantinya pekerja berhasil melewati masa percobaan kerja, maka perusahaan harus memperbaharui kembali kontrak tersebut dengan status PKWTT.
Meski demikian, perlu diingat bahwa tidak semua perusahaan mengharuskan pekerjanya melewati masa percobaan untuk menjadi pegawai tetap. Ada kalanya perusahaan langsung membuat PKWTT karena sesungguhnya masa percobaan bukan syarat wajib.
- PKWT
Jika PKWTT tak ada batasan waktu, tentu lainnya hal dengan PKWT.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. KEP. 100/MEN/VI/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, disebutkan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara Pekerja/Buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.
Dengan demikian, pekerja dengan status PKWT akan bekerja dalam jangka waktu tertentu. Jika dilihat dari PP nomor 35 tahun 2021 pasal 8, disebutkan bahwa jangka waktu tersebut berlaku maksimal lima tahun. Meski demikian, PKWT dapat diperpanjang beberapa kali apabila pekerjaan yang dilakukan belum selesai. Tapi perlu diingat, jangka waktu keseluruhan PKWT dan masa perpanjangannya tak boleh lebih dari lima tahun ya!
PKWT juga bisa diselesaikan sesuai dengan masa selesainya pekerjaan tersebut. Jangka waktu PKWT pun bisa dilakukan perpanjangan sampai batas waktu tertentu, sesuai dengan perjanjian kerja yang disetujui bersama.
Tak hanya itu, PKWT juga bisa dilakukan dengan sistem kerja harian. Ketentuannya, pekerja akan bekerja dalam waktu kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Jika pekerja bekerja dalam 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, maka statusnya bisa berubah menjadi pegawai tetap.
Berbeda dengan PKWTT, dalam PKWT kita tak akan mengenal istilah masa percobaan kerja. Jika diadakan, maka masa percobaan kerja tersebut akan batal demi hukum. Ini artinya, jika sudah dilakukan maka masa percobaan kerja tersebut akan dihitung sebagai masa kerja.
Perlu diketahui bahwa PKWT memang ada jangka waktu tertentu, namun salah satu pihak berhak untuk mengakhiri hubungan kerja sebelum masa berlakunya habis. Meski demikian, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan untuk membayar ganti rugi. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam UU Nomor 13 tahun 2003 pasal 62, yang mana ditegaskan ganti ruginya sebesar upah pekerja sampai jangka waktu perjanjian kerja berakhir.
Pekerja PKWT juga berhak mendapatkan uang kompensasi saat berakhirnya masa PKWT. Sesuai yang tertuang dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 61 A jo. PP Nomor 35 tahun 2021 pasal 15, pekerja akan mendapatkannya jika sudah bekerja paling sedikit 1 bulan secara terus-menerus. Jika PKWT tersebut diperpanjang, maka uang kompensasi wajib diberikan saat masa perpanjangan berakhir.
Meski demikian, perlu diingat bahwa uang kompensasi ini tidak akan berlaku jika pekerja tersebut berasal dari tenaga kerja asing.
Lalu, seberapa banyak uang kompensasi yang berhak diterima pekerja PKWT? Berdasarkan UU Nomor 35 tahun 2021 Pasal 16, jika pekerja sudah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus, maka uang kompensasinya sebesar 1 bulan upah. Hal ini tentu tetap berlaku jika pegawai bekerja tidak dalam waktu 12 bulan berturut-turut. Anggap saja pegawai bekerja dalam waktu 18 bulan, maka perhitungannya adalah 18/12 x 1 bulan upah = 1,5 upah/bulan.
- Outsourcing/Alih Daya
Pada 28 November 2023 nanti, Pemerintah Indonesia akan menghapuskan sistem tenaga kerja honorer yang tersebar di berbagai Instansi Pemerintahan dan swasta. Nantinya, pemerintah akan menggantinya dengan sistem outsourcing atau alih daya. Lalu, apakah yang disebut dengan sistem kerja outsourcing atau alih daya?
Menurut UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, disebutkan bahwa outsourcing atau alih daya adalah pengalihan pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati antara perusahaan alih daya dengan Perusahaan pemberi pekerjaan.
Sesuai dengan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 66 ayat (1) jo. UU Nomor 11 Tahun 2020, disebutkan bahwa perjanjian tersebut dibuat secara tertulis, baik PKWT maupun PKWTT.
Dalam hal ini, pekerja tidak akan berada di bawah naungan langsung perusahaan pemberi kerja, melainkan di bawah perusahaan outsourcing. Ini artinya, masalah perlindungan kerja, syarat kerja, upah dan kesejahteraan, serta aturan mengenai perselisihan, semuanya menjadi tanggung jawab perusahaan outsourcing. Perjanjian ini juga diatur dalam Perjanjian Kerja dan Peraturan Perusahaan yang tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 66 dan PP Nomor 35 Tahun 2021 pasal 18.
Yang diatur di sini juga termasuk masalah hak dan fasilitas yang didapat para pekerja. Masalah bonus, tunjangan, dsb jadi urusan perusahaan outsourcing yang wajib dibayarkan penuh kepada para pekerja. Meski berstatus sebagai pekerja outsourcing, namun ternyata pekerja tetap memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi maupun pesangon apabila hubungan kerja berakhir secara sepihak.
Pegawai outsourcing yang berstatus PKWT yang masa kerjanya paling sedikit 1 bulan secara terus-menerus berhak untuk mendapatkan uang kompensasi sesuai yang tertera dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 61 A. Begitu pula dengan pegawai outsourcing yang statusnya PKWTT, berhak mendapatkan kompensasi PHK sesuai yang tertera dalam ketentuan PP Nomor 35 Tahun 2021 Pasal 40-59.
Dulu perusahaan outsourcing terbatas pada jasa penyedia pekerjaan penunjang seperti pelayanan kebersihan, penyedia makanan bagi pekerja, tenaga pengamanan, dan masih banyak lagi. Namun sejak Omnibus Law UU Nomor 11 Tahun 2020 jo. PP Nomor 35 Tahun 2021, tak ada lagi pembatasan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan. Saat ini semua jenis pekerjaan bisa dialihdayakan tergantung yang dibutuhkan oleh sektor pekerjaan.
Nah bagaimana, sekarang sudah lebih paham mengenai berbagai jenis kontrak kerja karyawan yang ada? Jangan sampai salah lagi yaa, okay okay?
Suka dengan Artikel ini? Jangan Lupa beri likes dan share ke temanmu
Komentar
Belum ada komentar
(*) Berkomentarlah secara bijaksana
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.